“Uniqely” Singapore

Gue cari buku ini di bagian new book dan juga fiksi  waktu gue cari di Gramed. Hasilnya nihil. Tanya sama Customer Service, ternyata waktu ditelusuri, masuk ke rak “Politik”. Err… ok, bikin buku apaan nih Margie sampe bukunya masuk ke rak politik?

Setelah beli, cukup lama juga ni buku gue anggurin. Masih udik sama tipi kabel, jadi nonton hampir semua serial dengan brutal sampe bangun jam 6 pagi pun gue jabanin demi nonton Accidently On Purpose (fyi,  I’m not a morning-person). Gue punya perasaan ni buku gak akan bisa gue taro sampe gue selesai baca, sama kayak pas gue baca Cruise On You. Gue gak meresensi Cruise On You karena secara pribadi, gue lebih suka gaya tulisan Margie yang non-fiksi.

Dan yap, gue bener. Kira-kira tiga jam setengahan saja abis buat After Orchard.

Deskripsi Margie akan Singapura membuka mata gue. Gue tidak punya bayangan apa pun tentang Singapura kecuali negara itu meraup banyak untung dari konsumerisme para warga Indonesia yang shopping di sana. Ketidakramahan,  aturan-aturan yang mendasari kedisiplinan, ritme kerja yang gila-gilaan, tingkat bunuh diri (SURPRISEE!), itu semua baru gue dapet di buku ini.

Jelas, wawasan gue terbuka lebarr bar untuk negara mungil yang ternyata lebih banyak pendatang  dari pada penduduknya sampe pemerintah bikin kebijakan “menyenangkan” untuk membujuk warganya supaya mau menikah.

Gue ngakak abis waktu baca pengalaman Margie yang muntah berminggu-minggu. Setelah periksa di klinik kampus, dan dua rumah sakit yang berbeda dengan prosedur yang persis sama, sepertinya, semua dokter yang memeriksanya menganggap Margie hamil. Jadi dari dokter pertama, sampe dokter terakhir, dia harus menjalani tiga kali tes kehamilan. Dokter tidak peduli dengan sejarah penyakitnya, tidak peduli udah periksa di dokter lain, tidak peduli dengan hasil lab bahwa dia NEGATIF hamil, Margie harus tetap menjalani pemeriksaan darah untuk tes hamil. I find this… rather absurd. Kok bisanyaaaa? Kenapa mereka begituuuu? Penjelasan Margie yang sangat masuk akal dan sangat sesuai dengan budaya dan cara kerja mereka bikin gue ngerti. Tapi gue tetep geleng-geleng kepala.

Margie yang malang akhirnya berobat di tanah air dengan hasil yang tokcer. Dan gak pake tes kehamilan.

Tapi tentu tidak semua tulisan Margie mencerca Singapur. Banyak cerita yang ngebahas tentang etika kerja mereka yang superb, keuletan, dan yang paling gue anggep WOW; sogok- less. Dan juga istilah gancheong dan kiasu, yang secara pribadi, gue bingung antara harus merasa prihatin atau kagum dengan aplikasi dua istilah itu.

Over all, I llllike it! Disampaikan dengan bahasa yang enteng, smart, humoris, sinis khas Margie. Buat gue, ini bukan bacaan “kosong” macem chick/teenlit (ya iyalah, raknya di Gramed Malang aja jaoh.) Seenteng apa pun buku ini ditulis, After Orchard sarat dengan nilai-nilai budaya, sosial, politik negara Singapura. Tidak ada pretensi, karena menurut gue Margie tidak menghujat. Dia menyampaikan, menceritakan pengalaman 4 tahunnya di NTU, apa yang dia lihat, dia rasakan, dia alami, lalu diramu sedemikian rupa sehingga pembaca diajak berpikir bahwa apa yang kita lihat di permukaan Singapura, menyimpan banyak ironi, bila kita bandingkan dengan Indonesia. Banyak nilai yang kita anggap wajar di Indonesia, di buku ini Margie memberi tahu bahwa nilai itu malah tidak ada di Singapura. Tapi, banyak juga nilai di Singapura yang layak dicontoh, supaya setidaknya Indonesia bisa selangkah di belakang Singapura, bukan 10 langkah di belakang.

Dan akhirnya gue tahu juga, siapa itu “Oknum R”.

Addition:

Gue mulai baca tulisan Margareta Astaman semenjak gue mengikuti link yang ditulis di salah satu posting blog-nya Dian Satro. Begitu gue baca, gue hampir gak pernah absen untuk gak baca semua postingan yang ditulis Margie.

Gaya tulisannya yang cenderung dark dan sinis (tapi dengan insight yang dalem abis) bener-bener sesuai sama jiwa gue yang juga cenderung suka complain dan mencerca. Dan mungkin gara-gara blog dia juga gue mulai berani mencerca atau pun cuma sekedar curhat gak penting di blog. Sementara dia setia di Multiply, gue mencelat-celat dari Blogspot, ke Multiply, and akhirnya di WP.

So, pendek kata gue udah mulai membaca tulisan dia semenjak tahun 2007an, dan sampai sekarang, sampai dia udah menerbitkan tiga buku, jujur gue amazed dengan perjalanan cewek yang rambutnya bener-bener bikin gue sirik (gada hubungannya? emang) ini.

About Lely Citra

Procrastinator, but strangely, always on time.

4 responses »

  1. Waaa..aku direview!! :D Thanks banget yaa..honestly, I think you write this review better than I write the book…hehehe.. *membacanya berulang-ulang…Duhh..tapi gue masi keki ni, masa ditaroh di rak politik sii…Untung ketemu sama loe!hehehe…

    Reply
    • hihihi… masak sih better? Margie merendah ah ;)) it’s THAT good lagi, Maar ;) err.. for me sih. soalny kmrn sempet baca review dodol di goodreads tentang buku lo ini, gara2 dia pikir buku lo buku travelling, ttg Singapore yang endah bambang gitu, hahahaha…

      Reply
  2. pinjem doms kakak bukunya

    Reply

Leave a reply to margie Cancel reply